Padamasa damai akibat perjanjian ini, banyak kaum kafir yang memeluk agama Islam, mereka tidak kwtir lagi diperangi lag karena adanya perjanjian damai tersebut. Semangat persatuan para pejuang di wujudkan pada kongres Sumpah Pemuda II pada 27 - 28 Oktober 1928. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa B KOMPETENSI DASAR. 1.1 Mngenal makna Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu bahasa. C. INDIKATOR. 1.1 Mengetahui Sejarah Perjuangan Indonesia. 1.2 Mengetahui makna Bhineka Tunggal Ika pentingnya persatuan. 1.3 Menyebutkan Organisasi pemuda Indonesia. 1.4 Mengetahui Kongres pemuda I dan Konggres pemuda II. 1.5 Menyebutkan isi Sumpah Sekiantahun dan pada mulai abad ke-20 lah bangsa ini mulai sadar kenapa kegagal it uterus terulang, yaitu karena tidak adanya rasa persatuan. Dan pada tanggal 28 oktober 1928, diawali dengan SUMPAH PEMUDA sebagai tonggaknya, masyarakat Indonesia berikrar “BERBANGSA SATU, BERTANAH AIR SATU, DAN BERBAHASA SATU : Baikburuknya suatu bangsa dapat dilihat dari pemudanya. Berdasarkan UU No 40 th 2009 Tentang Kepemudaan Pasal 1 (1) mendifinisakan Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. SejarahSumpah Pemuda merupakan bukti nyata bahwa generasi muda memiliki peranan yang penting dalam perjalanan berdirinya bangsa Indonesia. Sejarah Sumpah Pemuda merupakan bukti nyata bahwa generasi muda memiliki peranan yang penting dalam perjalanan berdirinya bangsa Indonesia. Minggu, 15 Mei 2022; Cari. Network. Tribunnews.com; rgXSz. › Opini›Sumpah Pemuda dan Kebersamaan ... Apa yang dilakukan para pemuda/pemudi ini merupakan tonggak sejarah penting guna menegaskan kesatuan Indonesia yang sangat berbineka itu. Gaung sumpah itu melampaui ruang dan waktu. Kompas Didie SWOktober merupakan bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Mengapa? Karena pada bulan ini, tepatnya 28 Oktober 1928, para pemuda/pemudi Indonesia mengikrarkan sumpah terkenal, ”Sumpah Pemuda” yang berbunyi, Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa pemuda/pemudi ini adalah pemuda/pemudi daerah-daerah yang kebanyakan berdomisili di Jakarta dulu Batavia, tetapi memang mewakili daerah di Indonesia, karena untuk mendatangkan dari daerah-daerah tidaklah mudah pada waktu itu, disebabkan alat transportasi yang masih langka. Toh, mereka mewakili berbagai suku, etnis, dan agama. Apa yang dilakukan para pemuda/pemudi ini merupakan tonggak sejarah penting guna menegaskan kesatuan Indonesia yang sangat berbineka itu. Gaung sumpah itu melampaui ruang dan tegas para pemuda/pemudi yang hidup di tengah-tengah penguasa kolonialis dan imperialis pada waktu itu memberikan inspirasi dan energi yang tidak habis-habisnya bagi perjuangan-perjuangan belakangan yang mengidam-idamkan terwujudnya negara dan bangsa Indonesia, bebas dari penindasan kolonialisme dan imperialisme sumpah itu melampaui ruang dan itu baru terwujud ketika Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Yang diumumkan kepada dunia dalam peristiwa sangat bersejarah itu bukan hanya berdirinya sebuah negara, melainkan juga terciptanya sebuah bangsa saja Sriwijaya dan Majapahit dapat disebut sebagai ”proto bangsa Indonesia”, tetapi belum bisa disamakan dengan hakikat bangsa yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 yang secara jelas menegaskan kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, dan karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan untuk tiba pada tahap ini tidaklah mudah. Tidak ada jalan mulus. Para pendiri bangsa kita berjuang keras, bukan saja untuk merdeka, tetapi juga untuk mempersatukan ”gerombolan manusia” yang terserak-serak di Nusantara dengan keberbagaian suku, etnis, dan agama. Ketidakmudahan itu dapat kita telusuri dalam buku-buku FOTO/FRANSISCO CAROLIO Warga mengikuti upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di Kampung Sejahtera, Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis 28/10/2021. Upacara peringatan 93 tahun Sumpah Pemuda tersebut diikuti warga dengan menggunakan pakaian bisa mengacu misalnya kepada pidato Bung Karno di depan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan pada 1 Juni 1945 yang belakangan dikenal sebagai ”Pidato Lahirnya Pancasila”. Setidak-tidaknya terdapat dua golongan besar waktu itu, yaitu Islam yang memperjuangkan Islam sebagai dasar negara, dan kebangsaan yang ingin mewujudkan sebuah negara kebangsaanSetelah berbicara tentang bangsa dengan mengutip Ernest Renan dan Otto Bauer, Soekarno menegaskan perlunya persetujuan paham, yaitu filosofische grondslag dan Weltanschauung yang ”kita semua setuju”. Bung Karno menegaskan, kita mendirikan negara Indonesia merdeka bukan untuk satu orang, bukan untuk satu golongan. Itulah sebuah negara kebangsaan, nationale staat, suatu negara yang sifatnya ”semua buat semua”, negara yang disepakati bersama baik oleh golongan Islam, maupun oleh golongan catatan sejarah, pidato ini menjadi bahan penting di dalam diskusi-diskusi Panitia Sembilan guna merumuskan dasar negara. Hasilnya adalah Piagam Djakarta 22 Juni 1945 di mana susunan sila-sila yang diusulkan Bung Karno mengalami juga Perwujudan Nyata PancasilaSila Ketuhanan yang tadinya berada pada akhir dari sila-sila lain ditempatkan sebagai sila pertama. Sila itu mendapat tambahan anak kalimat, ”dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi rumusan ini mengalami perubahan signifikan setelah adanya keberatan dari tokoh-tokoh Indonesia timur yang merasa terdiskriminasi dengan rumusan 17 Agustus 1945 sore hari, Bung Hatta menerima telepon dari Tuan Nishijima, pembantu Admiral Maeda, menanyakan kesediaan beliau untuk menerima seorang opsir Kaigun Angkatan Laut Jepang yang menguasai Indonesia timur waktu itu.Opsir itu mengemukakan pesan dari tokoh-tokoh Indonesia Timur tentang anak kalimat tersebut. Menurut catatan Bung Hatta, opsir itu mengatakan ”Mereka maksudnya tokoh-tokoh itu mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengikat rakyat yang beragama Islam. Tetapi tercantumnya ketetapan seperti itu dalam suatu dasar yang menjadi pokok Undang-Undang Dasar, berarti mengadakan diskriminasi terhadap mereka golongan minoritas. Jika diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia.”KOMPAS/AGUS SUSANTO Relief Sejarah Perjuangan Pemuda di Museum Sumpah Pemuda di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Kamis 28/10/2021. Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid memberikan piagam penghargaan kepada Yanti Silman dan keluarga selaku ahli waris yang telah menghibahkan lahan Museum Sumpah Pemuda dan menyerahkan sertifikat tanah kepada negara melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI pada 18 Agustus 1945, anak kalimat itu dicoret dan diganti dengan ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tentu semua peristiwa ini terjadi karena adanya visi yang jelas tentang masa depan Indonesia merdeka, baik dari tokoh-tokoh kebangsaan maupun tokoh-tokoh Islam. Indonesia merdeka tidak mengenal diskriminasi di antara nilai PancasilaKata-kata Bung Karno bahwa Indonesia adalah ”semua untuk semua”, ”bukan hanya untuk satu orang”, ”bukan hanya untuk satu golongan” diwujudnyatakan dengan tindakan ini dan dirumuskan dengan jelas dalam Konstitusi. Bahkan Indonesia merdeka tidak mengenal dikotomi ”mayoritas” dan ”minoritas” di dalam berbagai proses pengambilan keputusan. Semua warga negara setara di depan Konstitusi dan di depan ketika Konstitusi 18 Agustus 1945, di mana di dalamnya tercantum rumusan final Pancasila kita sepakati, kita menegaskan dan meneguhkan bahwa kita, Indonesia sungguh adalah satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, tanpa terjebak dalam jebakan-jebakan primordial seperti suku, agama, ras dan golongan. Ini mempunyai implikasi luas dan juga Gambaran Manusia PancasilaDi dalam Indonesia merdeka itu tidak akan ada lagi ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang mengesankan kita masih terkotak-kotak. Ucapan dan tindakan itu tidak boleh lagi dilakukan baik oleh warga biasa, maupun atau lebih-lebih para pemimpin bangsa formal, nonformal, informal, dan para pejabat negara. Mereka tidak boleh terjebak dan tertawan dalam cara pikir dan cara tindak sektarian dan saja, semua lembaga negara, kementerian, non-kementerian mestilah dilihat sebagai milik seluruh bangsa Indonesia, dan karena itu siapa pun berhak memimpinnya asal saja memenuhi berbagai kriteria juga dengan anggaran belanja yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut adalah untuk semua rakyat Indonesia, bukan hanya untuk golongan tertentu. Tentu tidak elok kalau ada pejabat negara yang mengklaim sebuah kementerian dan/atau lembaga negara lainnya sebagai diperuntukkan hanya bagi golongannya sendiri, kendati mungkin ada latar belakang sejarah yang mengindikasikan itu. Tetapi ketika kita sudah menegaskan kesatuan kita sebagai bangsa yang satu, maka klaim-klaim seperti itu menjadi dalam Indonesia merdeka itu tidak akan ada lagi ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang mengesankan kita masih terkotak-kotakSaya teringat yang dikatakan Bung Hatta, ketika rumusan dalam draf Konstitusi tentang syarat seorang presiden harus beragama Islam dicoret. Kurang-lebih beliau mengatakan, kalau bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam, maka sudah dapat dipastikan yang bakal terpilih sebagai presiden adalah seorang Muslim. Jadi apa gunanya rumusan yang terkesan diskriminatif seperti itu dicantumkan di pencoretan itu, saya sebagai seorang Kristen berhak menjadi presiden. Soal terpilih atau tidak, itu soal lain, tetapi hak saya tidak dimatikan sebelum bertumbuh. Indonesia benar-benar merupakan sebuah negara modern yang tidak sekadar mendasarkan pilihannya hanya pada sentimen-sentimen yang bersifat Andreas A YewangoeMaka di dalam mengingat dan merenungkan secara mendalam Sumpah Pemuda, yang kemudian terejawantahkan dalam nilai-nilai Pancasila, kita diingatkan terus-menerus untuk terus mengarusutamakan nilai-nilai itu, untuk terus menonjolkan kebersamaan, dan tidak terjebak dalam sikap mementingkan kepentingan golongan. Tuhan menyertai bangsa A Yewangoe, Anggota Dewan Pengarah BPIP EditorSri Hartati Samhadi, yohaneskrisnawan 28 Oktober tahun 1928 lahir sebuah konsensus bersama diantara para pemuda yang dikenal sebagai “Ikrar Pemuda” atau pada era kini disebut sebagai “Sumpah Pemuda”. Secara historis, sumpah pemuda adalah peleburan ego primordialisme pemuda pada masa penjajahan untuk bersatu dalam melawan imperealis. Bangsa Indonesia yang begitu kaya akan keberagaman suku, ras, budaya, bahasa dan agama tidak dapat sepenuhnya kuat jika masih terkotak-kotak dengan perbedaan-perbedaan tersebut. Perbedaan harus dilebur menjadi satu agar perjuangan semakin terarah dan jelas. Adanya kongres pemuda II yang melahirkan sumpah pemuda ini juga pada 17 tahun kemudian yakni tepat pada 17 Agustus 1945 menjadi kekuatan fundamen bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Sumpah pemuda adalah konsensus pemersatu bangsa. Akan tetapi bagaimanakah pengejawantahan nilai-nilai sumpah pemuda hari ini? Perang atau pertikaian antar pemuda masih masif terjadi hari ini. Rasisme, diskriminatif, stereotip, marginalisasi dan lain sebagainya juga menjadi persoalan bangsa Indonesia hingga hari ini. Padahal jika kembali dimaknai makna dari nilai-nilai sumpah pemuda, maka akan terhindarkan hal-hal demikian. Konflik horisontal seperti ini sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai persatuan dalam sumpah pemuda. Nilai persatuan, musyawarah mufakat, patriotisme dan toleransi seharusnya dapat direfleksikan dengan baik oleh pemuda dewasa kini. Potensi pemuda seharusnya dapat disatukan guna menuju Indonesia emas. Potensi pemuda adalah kunci keberhasilan bangsa. Bung Karno pernah menyatakan bahwa “Beri aku orang tua maka akan kucabut Semeru dari akarnya, tapi beri aku 10 pemuda maka akan kuguncang dunia!”. Bahkan pada masa silampun, Bung Karno sudah paham terkait potensi dan kekuatan pemuda-pemudi Indonesia. Pemuda harus tetap bersatu dalam memperjuangkan kemajuan bangsa. Miris jika melihat bagaimana pemuda apatis untuk membangkitkan semangat persatuan dalam bergotong royong menjaga keutuhan bangsa. Sumpah pemuda adalah salah satu tonggak besar bangsa Indonesia dalam mengawali kesadaran kebangsaan. Guna menguatkan kembali kesadaran tersebut, semoga dalam peringatan sumpah pemuda hari ini, pemuda-pemudi bangsa Indonesia dapat merenungi dan memaknai kembali butir-butir dari isi sumpah pemuda. Pemuda adalah pewaris bangsa, jika kita lalai dan lupa terhadap nilai-nilai dari sumpah pemuda maka akan dapat dimungkinkan bangsa yang besar ini dapat mengalami kemunduran nantinya. Maka dari itu, mari rapatkan kembali barisan! tempuh jalan yang digunakan masing-masing dengan satu tujuan, tujuan kemajuan bangsa Indonesia. Zainul Rahman

apakah akibat munculnya pengakuan satu bangsa dalam sumpah pemuda